KPU: PSU Pilkada Akibat Putusan MK Butuh Anggaran Rp486 Miliar

KPU: PSU Pilkada Akibat Putusan MK Butuh Anggaran Rp486 Miliar

Poros Warta – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mochammad Afifuddin, menyampaikan bahwa pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) membutuhkan dana sebesar Rp486.383.829.417.

Ia menjelaskan bahwa terdapat 26 daerah yang gugatannya dikabulkan oleh MK, dengan 24 di antaranya diwajibkan menggelar PSU. Namun, tidak semua daerah membutuhkan tambahan anggaran karena masih memiliki sisa dana dari Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Pilkada 2024.

Berdasarkan laporan yang disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, Afifuddin mengungkapkan bahwa enam satuan kerja KPU tidak memerlukan tambahan anggaran karena anggaran sebelumnya masih mencukupi.

Di sisi lain, sebanyak 19 satuan kerja KPU mengalami kekurangan anggaran dengan total defisit mencapai Rp373.718.582.965. Sementara itu, terdapat satu daerah, yakni Kabupaten Jayapura, yang tidak memerlukan anggaran tambahan karena putusan MK hanya bersifat administratif dan hanya mengharuskan perbaikan Surat Keputusan (SK).

Afifuddin juga menjelaskan bahwa kebutuhan tambahan anggaran untuk PSU di setiap daerah bervariasi. Beberapa daerah harus menyelenggarakan PSU di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS), sedangkan di daerah lainnya PSU hanya dilakukan di sebagian TPS saja.

Pasca-putusan MK, KPU telah menggelar rapat pleno secara menyeluruh guna membahas kebijakan terkait penyelenggaraan PSU. Salah satu keputusan yang diambil dalam rapat tersebut adalah pembentukan badan adhoc yang bertugas dalam pelaksanaan PSU.

Dalam kebijakan yang ditetapkan, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan dalam proses Pemungutan Suara Ulang, Penghitungan Suara Ulang, serta Rekapitulasi Suara Ulang.

Mekanisme pembentukan badan adhoc tersebut dilakukan dengan mengangkat kembali anggota yang sebelumnya bertugas, berdasarkan evaluasi kinerja yang telah dilakukan. Jika terdapat anggota PPK, PPS, atau KPPS yang mengundurkan diri atau tidak lagi memenuhi persyaratan, maka KPU kabupaten/kota diperbolehkan melakukan penggantian. Proses pergantian tersebut dilakukan berdasarkan daftar calon anggota yang tersedia melalui mekanisme penggantian antarwaktu.

Selain itu, masa kerja bagi PPK, PPS, dan KPPS juga akan disesuaikan dengan kebutuhan dan tenggat waktu PSU yang telah ditetapkan dalam putusan MK. Setiap daerah memiliki batas waktu yang berbeda dalam pelaksanaan PSU, sehingga durasi kerja badan adhoc ini akan menyesuaikan dengan jadwal yang telah ditentukan.

Dengan adanya putusan MK yang mengharuskan PSU di beberapa daerah, KPU kini berupaya memastikan bahwa seluruh tahapan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Kejelasan anggaran serta kesiapan badan penyelenggara menjadi faktor krusial dalam memastikan PSU berjalan dengan lancar tanpa kendala administratif atau teknis yang berarti.

Meskipun beberapa daerah tidak mengalami kendala anggaran, tantangan tetap ada dalam memastikan bahwa proses PSU berlangsung dengan baik, mengingat pelaksanaan pemilihan ulang sering kali menimbulkan dinamika tersendiri, baik bagi penyelenggara maupun masyarakat yang terlibat dalam proses demokrasi tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *