Poros Warta – Kementerian Agama (Kemenag) kembali mengirimkan 1.000 dai dan daiyah ke berbagai daerah di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) dalam rangka menyebarkan ajaran Islam selama bulan Ramadhan. Dalam pelepasan tersebut, Menteri Agama Nasaruddin Umar berpesan kepada para pendakwah agar menjalankan tugas mereka dengan ketulusan, tanpa menjadikannya sebagai ajang mencari popularitas. Menurutnya, seseorang yang merasa cukup dengan pujian akan berhenti berkembang, sementara mereka yang terus dikritik justru memiliki peluang lebih besar untuk memperbaiki diri dan meningkat. Karena itu, ia menegaskan bahwa popularitas tidak boleh menjadi tujuan utama dalam berdakwah.
Sebagai simbolis pelepasan, Kemenag menyerahkan Bendera Merah Putih kepada perwakilan dai yang akan bertugas. Program pengiriman dai ke wilayah 3T ini telah menjadi agenda tahunan sejak tahun 2021, dengan tujuan memperluas jangkauan dakwah ke daerah-daerah terpencil yang masih minim akses terhadap pendidikan dan layanan keagamaan.
Dalam kesempatan tersebut, Nasaruddin juga menekankan pentingnya menjaga wudhu sebagai bentuk penyucian diri. Ia menjelaskan bahwa setiap tetesan air wudhu memiliki manfaat dalam menghapus dosa-dosa masa lalu, sehingga para dai diharapkan untuk senantiasa menjaga kesucian diri dalam melaksanakan tugas dakwah mereka. Selain itu, ia juga mengingatkan agar para dai tidak melupakan orang tua dalam doa-doa mereka. Ia menyampaikan bahwa seorang anak tidak akan bisa mencapai posisi yang mereka jalani saat ini tanpa peran orang tua. Oleh sebab itu, ia berharap para dai tidak hanya sibuk memimpin doa bagi orang lain, tetapi juga menyempatkan diri untuk mendoakan orang tua mereka sendiri. Ia bahkan menganjurkan agar makam orang tua diziarahi sebagai bentuk penghormatan, serta memberikan penghormatan lebih dari sekadar mencium tangan, tetapi juga kaki mereka sebagai bentuk bakti dan rasa terima kasih.
Selain menjaga wudhu dan mendoakan orang tua, Nasaruddin juga menganjurkan para dai untuk memperbanyak ibadah sunnah selama bulan Ramadhan. Ia menyebutkan beberapa amalan yang bisa dikerjakan, seperti membaca surah Al-Kahfi, Yasin, Ar-Rahman, dan Al-Mulk, serta melaksanakan shalat sunah, termasuk shalat tasbih di tengah malam. Ibadah-ibadah ini, menurutnya, akan semakin memperkuat spiritualitas para dai dalam menjalankan tugas mereka.
Tahun ini, selain mengirimkan para dai ke wilayah 3T, Kemenag juga memperluas layanan keagamaan bagi diaspora Indonesia di luar negeri. Sebanyak lima dai dikirim ke Australia, Jerman, dan Selandia Baru untuk memenuhi kebutuhan umat Islam yang tinggal di negara-negara tersebut. Para pendakwah yang diberangkatkan ke luar negeri merupakan individu yang telah meraih prestasi dalam ajang Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat nasional.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam), Abu Rokhmad, mengungkapkan bahwa saat ini negara membutuhkan dai yang tidak hanya mampu menyampaikan ajaran agama, tetapi juga bisa mengajak masyarakat untuk turut serta dalam membangun bangsa. Dakwah, menurutnya, tidak hanya sebatas memberikan ceramah, tetapi juga harus dapat mendorong masyarakat agar bekerja keras sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Dalam pelaksanaannya, setiap dai juga diminta untuk mendokumentasikan aktivitas dakwah mereka. Penggunaan media sosial diharapkan dapat menjadi sarana efektif dalam menyebarkan pesan-pesan dakwah kepada khalayak yang lebih luas. Selain itu, laporan berbasis data juga diharapkan dapat membantu dalam mengukur efektivitas dakwah serta dampaknya terhadap masyarakat yang mereka bina.
Di sisi lain, Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi, menjelaskan bahwa meningkatnya permintaan layanan keagamaan dari diaspora Indonesia memberikan peluang bagi negara untuk semakin memperkuat posisinya sebagai pusat kajian dan praktik keislaman global. Salah satu indikator dari peningkatan minat dunia terhadap studi Islam di Indonesia terlihat dari keberadaan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), yang saat ini memiliki 70 persen mahasiswa asing.
Namun, di tengah meningkatnya kebutuhan terhadap dakwah, terdapat berbagai tantangan sosial yang perlu dihadapi. Salah satu tantangan utama yang disoroti adalah meningkatnya angka perceraian serta menurunnya jumlah pernikahan di Indonesia. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2023, jumlah pernikahan hanya mencapai 1,3 juta, sementara angka perceraian telah melebihi 400 ribu kasus. Kondisi ini dinilai sebagai ancaman serius terhadap ketahanan keluarga di Indonesia.
Oleh karena itu, para dai tidak hanya bertugas dalam menyampaikan ajaran agama, tetapi juga diharapkan mampu menganalisis berbagai permasalahan sosial yang ada di masyarakat. Dengan pendekatan yang lebih menyeluruh, dakwah dapat menjadi lebih efektif dalam memberikan solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh umat.
Melihat berbagai tantangan dan peluang yang ada, peran para dai dalam menyebarkan ajaran Islam yang damai dan menumbuhkan ketahanan sosial menjadi semakin penting. Dakwah bukan hanya sekadar menyampaikan pesan agama, tetapi juga menjadi sarana dalam membangun masyarakat yang lebih kuat, harmonis, serta mampu berkontribusi secara positif bagi bangsa dan negara.