Poros Warta – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menilai bahwa kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan memberikan dampak terhadap perekonomian global.
Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian PPN/Bappenas, Laksmi Kusumawati, menjelaskan bahwa penerapan tarif terhadap Meksiko, Kanada, dan China diperkirakan dapat mempengaruhi perekonomian AS itu sendiri. Dampak yang mungkin terjadi meliputi meningkatnya inflasi, melemahnya daya beli masyarakat, serta munculnya ketidakpastian dalam iklim bisnis. Selain itu, kebijakan ini juga berisiko menciptakan hambatan perdagangan di masa mendatang serta memicu respons berupa tarif balasan dari negara mitra dagang.
Sejak awal menjabat, Trump diketahui telah menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan tarif sebesar 25 persen bagi barang impor dari Meksiko dan Kanada. Kebijakan ini awalnya direncanakan berlaku pada Februari 2025, tetapi kemudian diundur hingga Maret 2025. Selain itu, tarif sebesar 10 persen juga dikenakan pada seluruh barang impor dari AS ke China. Keputusan ini diperkirakan tidak hanya merugikan perekonomian AS, tetapi juga memberikan dampak negatif bagi ekonomi global.
Pengenaan tarif tersebut berpotensi menyebabkan peningkatan inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) hingga 0,6 persen pada tahun 2026. Akibatnya, harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan, sehingga daya beli masyarakat AS melemah. Selain itu, penurunan upah riil juga menjadi kemungkinan yang tak terhindarkan, mengingat perusahaan akan menekan biaya operasional untuk mengimbangi kenaikan harga bahan baku.
Dampak lain yang ditimbulkan dari kebijakan ini adalah meningkatnya ketidakpastian dalam dunia bisnis, terutama yang berkaitan dengan hambatan perdagangan di masa mendatang. Sektor usaha yang bergantung pada barang impor diprediksi akan mengalami penurunan Return on Investment (ROI), sehingga mempengaruhi minat investasi di AS.
Selain itu, kebijakan tarif yang diterapkan AS juga berpotensi memicu tindakan balasan dari negara mitra dagang. Negara-negara yang terdampak kemungkinan besar akan menerapkan tarif serupa terhadap produk ekspor AS. Akibatnya, daya saing produk AS di pasar internasional akan menurun, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Menurut Laksmi, kebijakan ini juga akan berdampak pada Meksiko, yang diperkirakan mengalami perlambatan ekonomi akibat meningkatnya biaya produksi, terutama di sektor manufaktur. Sebagai bentuk respons, Meksiko memiliki kemungkinan besar untuk memberlakukan tarif balasan terhadap AS. Hal yang sama juga berpotensi dilakukan oleh Kanada, yang akan turut menghadapi tantangan dalam kinerja ekonominya akibat kebijakan tersebut. Dengan demikian, dampak dari kebijakan tarif ini tidak hanya dirasakan oleh AS, tetapi juga oleh negara-negara lain yang terlibat dalam perdagangan global.
China sebagai salah satu mitra dagang utama AS juga diperkirakan akan mengambil langkah serupa dengan menerapkan tarif terhadap berbagai komoditas ekspor AS, khususnya di sektor pertanian. Kebijakan ini dapat memperburuk hubungan dagang antara kedua negara, yang pada akhirnya memicu perang dagang. Jika hal ini terjadi, maka stabilitas perdagangan internasional akan terganggu, sehingga memberikan dampak negatif bagi perekonomian global secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS di bawah kepemimpinan Trump tidak hanya berpotensi merugikan negara mitra dagangnya, tetapi juga memberikan tantangan besar bagi perekonomian AS sendiri. Peningkatan inflasi, melemahnya daya beli, serta ketidakpastian dalam iklim bisnis menjadi beberapa konsekuensi yang harus dihadapi. Selain itu, perang dagang yang mungkin terjadi akan semakin memperburuk situasi perdagangan internasional, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global.
Dengan mempertimbangkan berbagai dampak yang ditimbulkan, kebijakan tarif ini perlu dicermati dengan baik oleh negara-negara lain, termasuk Indonesia. Strategi untuk menghadapi potensi ketidakpastian global harus disiapkan agar stabilitas ekonomi nasional tetap terjaga di tengah dinamika perdagangan dunia yang semakin kompleks.