Poros Warta – Dewan Keamanan PBB (DK PBB) telah mengadopsi sebuah resolusi pada Senin (24/2) yang menyoroti perlunya penghentian segera konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina serta pentingnya tercapainya perdamaian yang berkelanjutan.
Meskipun terdapat upaya dari Inggris dan negara-negara Uni Eropa untuk mempertegas bahasa dalam resolusi tersebut, rancangan yang disusun oleh Amerika Serikat tetap mendapatkan 10 suara dukungan. Sementara itu, lima negara lainnya, termasuk Yunani, Prancis, Slovenia, Denmark, dan Inggris, memilih untuk abstain dalam pemungutan suara.
Dalam dokumen yang disahkan, dinyatakan adanya keprihatinan mendalam terhadap jatuhnya korban jiwa akibat perang yang telah berlangsung selama tiga tahun. Selain itu, peran utama PBB dalam menjaga perdamaian serta keamanan internasional kembali ditegaskan. Resolusi tersebut juga menekankan pentingnya penyelesaian konflik melalui jalur damai, sesuai dengan prinsip yang tercantum dalam Piagam PBB.
Namun, salah satu hal yang menjadi perdebatan di antara negara anggota adalah tidak adanya penyebutan eksplisit mengenai invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Perbedaan pandangan ini mendorong beberapa negara untuk mengajukan revisi terhadap teks resolusi sebelum dilakukan pemungutan suara.
Sebelumnya, Inggris dan negara-negara Uni Eropa mengusulkan agar frasa “konflik Rusia-Ukraina” digantikan dengan “invasi skala penuh ke Ukraina oleh Federasi Rusia.” Namun, usulan ini tidak diakomodasi dalam teks akhir resolusi yang akhirnya diadopsi.
Setelah pemungutan suara, utusan Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, menyampaikan ketidakpuasan terhadap pilihan kata dalam resolusi tersebut. Ia menegaskan bahwa perdamaian yang berkelanjutan hanya dapat tercapai dengan persetujuan Ukraina. Menurutnya, usulan perubahan yang diajukan bertujuan untuk memperjelas inti konflik, dan karena tidak dipertimbangkan, Inggris memilih untuk tidak memberikan dukungan terhadap resolusi tersebut.
Lebih lanjut, Woodward menambahkan bahwa tujuan bersama tetaplah menemukan solusi bagi berakhirnya perang secara permanen, dengan jaminan keamanan yang kuat bagi Ukraina agar tidak lagi menghadapi serangan dari Rusia.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh utusan Slovenia untuk PBB, Samuel Zbogar. Ia menyoroti pentingnya keadilan dalam proses perdamaian dan menilai bahwa teks resolusi yang telah dipilih belum memenuhi standar minimum yang mereka harapkan.
Sementara itu, utusan Denmark untuk PBB, Christina Markus Lassen, menegaskan bahwa perdamaian tidak boleh disamakan antara pihak agresor dan korban. Ia juga menegaskan komitmen negaranya untuk terus bekerja sama dengan Ukraina dalam mencapai perdamaian yang adil dan berkelanjutan.
Meskipun terdapat perbedaan dalam pandangan terhadap resolusi ini, pengadopsiannya tetap menjadi langkah penting dalam upaya diplomasi internasional untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun. Resolusi tersebut mencerminkan upaya global untuk mencapai perdamaian, meskipun tantangan dalam negosiasi dan perbedaan perspektif tetap menjadi kendala dalam prosesnya.
Tinggalkan Balasan