Poros Warta – Hamas mengeluarkan pernyataan resmi pada Senin (24/2) terkait syarat utama untuk melanjutkan pembicaraan dengan Israel. Organisasi tersebut menegaskan bahwa lebih dari 600 tahanan Palestina harus dibebaskan terlebih dahulu sebelum negosiasi dapat berlanjut.
Salah satu pejabat senior Hamas, Bassem Naim, menyampaikan bahwa setiap pembicaraan dengan Israel tidak akan dilanjutkan tanpa pemenuhan persyaratan utama tersebut. Ia juga menyoroti peran para mediator, yakni Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, yang dinilai memiliki tanggung jawab dalam memastikan Israel memenuhi kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Dalam pernyataan tertulisnya, Naim menegaskan bahwa negosiasi tidak langsung hanya dapat terjadi jika prasyarat tersebut dipenuhi. Oleh karena itu, tekanan kepada Israel untuk membebaskan para tahanan dianggap sebagai langkah yang wajib dilakukan sebelum pembicaraan lebih lanjut bisa dilakukan.
Pernyataan ini disampaikan tidak lama setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memutuskan untuk menunda pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina. Tindakan ini berujung pada ketegangan baru, mengingat pembebasan tersebut merupakan bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan-sandera yang telah dibuat sebelumnya antara Hamas dan Israel.
Berdasarkan informasi dari kantor Netanyahu, penundaan ini dilakukan sebagai respons terhadap tindakan yang disebut sebagai “provokasi” oleh Hamas. Salah satu faktor yang disebutkan adalah penyelenggaraan upacara pembebasan sandera yang dinilai tidak menghormati para sandera dan dianggap sebagai propaganda politik.
Selain itu, pemerintah Israel juga mengaitkan keputusan tersebut dengan jaminan dari para mediator bahwa Hamas tidak akan mengulangi tindakan serupa di masa mendatang. Dengan demikian, Israel menegaskan bahwa pembebasan tahanan Palestina hanya akan dilakukan jika ada kepastian bahwa Hamas tidak akan menggunakan sandera untuk kepentingan propaganda.
Gencatan senjata yang sedang berlangsung antara Hamas dan Israel sendiri telah disepakati pada 15 Januari setelah 15 bulan konflik yang berkepanjangan di Gaza. Kesepakatan ini mulai berlaku pada 19 Januari dengan tujuan meredakan ketegangan dan memberikan waktu bagi kedua belah pihak untuk menemukan solusi lebih lanjut.
Namun, perkembangan terbaru menunjukkan bahwa implementasi kesepakatan ini masih menghadapi banyak tantangan. Hamas tetap bersikeras bahwa pembebasan tahanan merupakan syarat utama, sementara Israel menuntut jaminan agar Hamas tidak memanfaatkan situasi demi kepentingan politik mereka.
Dengan kondisi yang masih belum pasti, para mediator diharapkan dapat memainkan peran lebih aktif dalam menengahi perbedaan antara kedua pihak. Jika tidak ada titik temu yang dicapai dalam waktu dekat, risiko berlanjutnya ketegangan di Gaza masih sangat besar.
Keputusan akhir terkait pembebasan tahanan kini berada di tangan Israel, sementara Hamas tetap pada pendiriannya bahwa negosiasi tidak akan berlanjut tanpa pemenuhan prasyarat tersebut. Situasi ini menjadi salah satu ujian besar bagi upaya perdamaian di kawasan tersebut.
Tinggalkan Balasan