Poros Warta – Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) berupaya meningkatkan pengawasan terhadap peredaran obat dan makanan di desa-desa dengan menggandeng Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kerja sama ini dilakukan sebagai respons terhadap banyaknya temuan obat dan makanan yang beredar tanpa izin atau bahkan sudah kedaluwarsa. Keberadaan produk-produk tersebut dikhawatirkan membahayakan kesehatan masyarakat desa yang mungkin tidak memiliki akses informasi yang cukup mengenai standar keamanan pangan dan obat-obatan.
Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, mengungkapkan bahwa saat ini di desa-desa sering ditemukan kasus peredaran obat dan makanan yang tidak memiliki izin resmi. Situasi ini mendorong Kemendes PDT untuk mengambil langkah strategis dengan melibatkan BPOM guna memastikan setiap produk yang beredar telah memenuhi standar keamanan. Ia menegaskan bahwa keselamatan masyarakat desa harus menjadi prioritas, sehingga kerja sama dengan BPOM diharapkan mampu memperketat pengawasan dan mencegah produk berbahaya beredar di pasaran.
Yandri menyampaikan hal ini setelah menghadiri acara Aksi Bersama Memperkuat Pengawasan dan Tata Kelola Pemerintahan untuk Mewujudkan Astacita Keenam Presiden Prabowo Subianto di Jakarta. Dalam konsep Astacita Keenam, pemerintah menekankan pentingnya membangun dari desa sebagai upaya pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, penguatan pengawasan terhadap obat dan makanan di desa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan yang berkelanjutan.
Sebagai bentuk konkret dari kerja sama ini, Kemendes PDT dan BPOM menandatangani nota kesepahaman dalam kegiatan aksi bersama tersebut. Kesepakatan ini menjadi landasan bagi kedua pihak dalam menjalankan pengawasan yang lebih ketat serta memberikan pembinaan kepada masyarakat desa, khususnya pelaku usaha yang memproduksi obat herbal dan makanan rumahan agar dapat meningkatkan standar keamanan produknya.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menilai bahwa kerja sama ini merupakan langkah strategis yang tidak hanya berfokus pada pengawasan, tetapi juga pada pemberdayaan usaha kecil di desa. Ia menyoroti bahwa masih banyak usaha berbasis bahan alami dan pangan lokal yang belum memiliki izin edar, sehingga perlu ada pendampingan agar mereka dapat meningkatkan kelas usahanya. Taruna juga menegaskan bahwa pengawasan terhadap obat dan makanan tidak bisa hanya dilakukan oleh BPOM sendiri. Diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk perangkat desa, agar pengawasan ini dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas.
Selain pengawasan dan pembinaan, kerja sama ini juga diharapkan dapat menyinkronkan berbagai program pemerintah yang sedang berjalan. Salah satunya adalah Program Pangan Desa Aman, yang bertujuan untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi masyarakat desa aman dan berkualitas. Taruna meyakini bahwa dengan melibatkan perangkat desa dalam sosialisasi dan implementasi program ini, manfaatnya dapat lebih cepat dirasakan oleh masyarakat.
Upaya yang dilakukan Kemendes PDT dan BPOM ini bukan hanya sekadar memastikan keamanan pangan dan obat-obatan di desa, tetapi juga bertujuan untuk memberdayakan pelaku usaha kecil agar dapat berkembang secara lebih profesional. Dengan adanya pembinaan yang tepat, pelaku usaha yang memproduksi obat herbal dan makanan rumahan dapat lebih mudah mendapatkan izin edar, meningkatkan kualitas produk, serta memperluas jangkauan pasar mereka.
Harapannya, dengan adanya kerja sama ini, masyarakat desa menjadi lebih teredukasi mengenai pentingnya memilih produk yang aman dikonsumsi. Selain itu, pelaku usaha kecil di sektor obat dan makanan juga mendapatkan dukungan untuk meningkatkan daya saing mereka. Sinergi antara Kemendes PDT dan BPOM ini menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa pembangunan desa tidak hanya berfokus pada ekonomi, tetapi juga pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.