Peran Strategis Perempuan dalam Keamanan dan Perdamaian: Perspektif WPS

Peran Strategis Perempuan dalam Keamanan dan Perdamaian: Perspektif WPS

Poros Warta – Yayasan Vanita Naraya menilai bahwa agenda Women, Peace, and Security (WPS) memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa setengah dari populasi Indonesia adalah perempuan, sehingga keterlibatan mereka dalam berbagai aspek pertahanan dan keamanan negara menjadi hal yang krusial.

Ketua Yayasan Vanita Naraya, Diah Pitaloka, dalam sebuah forum diskusi di Jakarta pada Selasa (25/2), menyampaikan bahwa WPS dapat digunakan sebagai pendekatan dalam melihat peran perempuan secara lebih aktif. Ia menjelaskan bahwa selama ini perempuan sering kali ditempatkan dalam posisi yang lebih rendah dalam konteks pertahanan, padahal mereka memiliki potensi besar untuk menjadi bagian sentral dalam upaya ketahanan nasional di berbagai sektor.

Pemetaan WPS dipandang memiliki cakupan yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada strategi pertahanan, tetapi juga mencakup isu-isu sosial seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Diah menekankan bahwa pendekatan keamanan yang bersifat tradisional cenderung lebih fokus pada aspek militer dan stabilitas politik. Namun, keamanan sejatinya tidak hanya diukur dari ketiadaan perang, melainkan juga dari tercapainya kesejahteraan, akses yang adil terhadap pendidikan, layanan kesehatan, serta keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa konsep WPS dapat diterapkan dalam berbagai bidang lainnya, termasuk keamanan siber dan permasalahan sosial seperti kecanduan game online di kalangan anak-anak serta keterlibatan mereka dalam aktivitas terorisme. Perempuan, menurutnya, memiliki peran penting dalam berbagai sektor pertahanan negara dan tidak boleh hanya dianggap sebagai objek perlindungan semata.

Dengan semakin luasnya cakupan definisi keamanan nasional, pengakuan terhadap peran perempuan dalam perlindungan dan stabilitas negara dinilai semakin mendesak. Diah menyatakan bahwa pendekatan WPS harus dimasukkan ke dalam kebijakan nasional agar perempuan tidak hanya dipandang sebagai korban dalam berbagai konflik, tetapi juga sebagai aktor yang memiliki peran aktif dalam menjaga ketahanan negara. Perempuan tidak hanya dilibatkan dalam tahap perencanaan kebijakan, tetapi juga dalam implementasi nyata di berbagai sektor pertahanan.

Secara internasional, agenda WPS telah diperkenalkan sejak tahun 2000 melalui Resolusi 1325, yang menjadi dasar pengakuan terhadap peran perempuan dalam perdamaian dan resolusi konflik. Di Indonesia sendiri, konsep WPS telah diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang lebih konkret, salah satunya melalui penyusunan rencana aksi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Permenko PMK) Nomor 5 Tahun 2021. Kebijakan ini mengatur tentang Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS) untuk periode 2020-2025.

Implementasi agenda WPS di Indonesia diharapkan dapat memperkuat posisi perempuan dalam berbagai kebijakan keamanan dan pertahanan negara. Dengan adanya regulasi yang mendukung, perempuan dapat lebih aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keamanan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional.

Kesadaran akan pentingnya WPS semakin meningkat seiring dengan berkembangnya tantangan keamanan global. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, organisasi masyarakat, serta berbagai pihak lainnya untuk memastikan bahwa perempuan benar-benar mendapatkan ruang dalam sistem pertahanan nasional. Dengan keterlibatan yang lebih luas, perempuan dapat berkontribusi secara lebih maksimal dalam menciptakan perdamaian dan keamanan yang berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *