Tag: Rusia

  • Prabowo Subianto Sambut Kunjungan Sergei K. Shoigu di Istana Merdeka

    Prabowo Subianto Sambut Kunjungan Sergei K. Shoigu di Istana Merdeka

    Poros Warta – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menerima kunjungan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Sergei K. Shoigu, di Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa siang. Shoigu dan delegasinya tiba di Kompleks Istana Kepresidenan sekitar pukul 12.39 WIB dengan iringan suara terompet dari jajaran Pasukan Cordon yang bertugas dalam penyambutan tamu negara.

    Sesampainya di Istana Merdeka, Shoigu diterima secara langsung oleh Presiden Prabowo Subianto bersama beberapa pejabat tinggi negara lainnya, termasuk Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, serta Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Penyambutan tersebut berlangsung di serambi Istana Merdeka sebelum rombongan diarahkan ke dalam.

    Sebagai bagian dari agenda resmi, Presiden Prabowo mengajak Shoigu menuju Ruang Kredensial, ruangan pertama yang akan dilewati setelah memasuki pintu utama Istana Merdeka dari serambi depan. Dalam kesempatan tersebut, ungkapan terima kasih atas kunjungan Shoigu disampaikan oleh Presiden Prabowo, yang kemudian disambut dengan jabat tangan antara kedua pejabat tersebut.

    Setelah prosesi penyambutan dan sesi pemotretan yang dilakukan di hadapan awak media Istana Kepresidenan, keduanya melanjutkan pertemuan bilateral di ruang pertemuan yang telah disiapkan. Sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, sempat mengungkapkan adanya potensi kerja sama bilateral antara Indonesia dan Rusia dalam berbagai sektor.

    Menurut Arrmanatha, kemungkinan kerja sama tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan antara Presiden Prabowo dan delegasi dari Rusia. Hasil dari pertemuan ini nantinya diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi hubungan kedua negara, khususnya dalam bidang pertahanan dan keamanan.

    Kunjungan Sergei K. Shoigu ke Indonesia ini merupakan bagian dari agenda kerja yang juga mencakup lawatan ke Malaysia. Berdasarkan laporan dari kantor berita Rusia, RIA, yang dikutip oleh Reuters pada Senin (24/2), Shoigu dijadwalkan akan berada di kedua negara tersebut hingga 28 Februari 2025.

    Selama kunjungannya, Shoigu dijadwalkan membahas berbagai isu strategis yang berkaitan dengan keamanan dan pertahanan, serta peluang kerja sama lain yang menjadi kepentingan bersama antara Rusia dengan Indonesia maupun Malaysia. Kehadiran pejabat tinggi Rusia ini menunjukkan upaya untuk mempererat hubungan bilateral yang selama ini telah terjalin.

    Shoigu sendiri merupakan seorang figur politik berpengaruh di Rusia. Sejak 13 Mei 2024, ia dipercaya menjabat sebagai Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, setelah sebelumnya mengemban tugas sebagai Menteri Pertahanan Rusia sejak 2012 hingga 2024. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Gubernur Oblast Moskwa pada tahun 2012 sebelum bergabung kembali dalam kabinet pemerintahan Rusia.

    Dalam konteks hubungan internasional, Rusia sejak invasi ke Ukraina pada Februari 2022 mengalami berbagai tekanan dan sanksi dari negara-negara Barat yang mendukung Kyiv. Kondisi ini mendorong pemerintahan Presiden Vladimir Putin untuk mempererat kerja sama dengan negara-negara di kawasan Asia, termasuk Indonesia dan Malaysia.

    Melalui pertemuan yang berlangsung di Jakarta, diharapkan kerja sama strategis antara Indonesia dan Rusia dapat terus berkembang, khususnya dalam bidang pertahanan dan keamanan, yang menjadi fokus utama dalam agenda kunjungan Shoigu kali ini.

  • DK PBB Serukan Penghentian Konflik Rusia-Ukraina, Resolusi Dapat Dukungan Mayoritas

    DK PBB Serukan Penghentian Konflik Rusia-Ukraina, Resolusi Dapat Dukungan Mayoritas

    Poros Warta – Dewan Keamanan PBB (DK PBB) telah mengadopsi sebuah resolusi pada Senin (24/2) yang menyoroti perlunya penghentian segera konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina serta pentingnya tercapainya perdamaian yang berkelanjutan.

    Meskipun terdapat upaya dari Inggris dan negara-negara Uni Eropa untuk mempertegas bahasa dalam resolusi tersebut, rancangan yang disusun oleh Amerika Serikat tetap mendapatkan 10 suara dukungan. Sementara itu, lima negara lainnya, termasuk Yunani, Prancis, Slovenia, Denmark, dan Inggris, memilih untuk abstain dalam pemungutan suara.

    Dalam dokumen yang disahkan, dinyatakan adanya keprihatinan mendalam terhadap jatuhnya korban jiwa akibat perang yang telah berlangsung selama tiga tahun. Selain itu, peran utama PBB dalam menjaga perdamaian serta keamanan internasional kembali ditegaskan. Resolusi tersebut juga menekankan pentingnya penyelesaian konflik melalui jalur damai, sesuai dengan prinsip yang tercantum dalam Piagam PBB.

    Namun, salah satu hal yang menjadi perdebatan di antara negara anggota adalah tidak adanya penyebutan eksplisit mengenai invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Perbedaan pandangan ini mendorong beberapa negara untuk mengajukan revisi terhadap teks resolusi sebelum dilakukan pemungutan suara.

    Sebelumnya, Inggris dan negara-negara Uni Eropa mengusulkan agar frasa “konflik Rusia-Ukraina” digantikan dengan “invasi skala penuh ke Ukraina oleh Federasi Rusia.” Namun, usulan ini tidak diakomodasi dalam teks akhir resolusi yang akhirnya diadopsi.

    Setelah pemungutan suara, utusan Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, menyampaikan ketidakpuasan terhadap pilihan kata dalam resolusi tersebut. Ia menegaskan bahwa perdamaian yang berkelanjutan hanya dapat tercapai dengan persetujuan Ukraina. Menurutnya, usulan perubahan yang diajukan bertujuan untuk memperjelas inti konflik, dan karena tidak dipertimbangkan, Inggris memilih untuk tidak memberikan dukungan terhadap resolusi tersebut.

    Lebih lanjut, Woodward menambahkan bahwa tujuan bersama tetaplah menemukan solusi bagi berakhirnya perang secara permanen, dengan jaminan keamanan yang kuat bagi Ukraina agar tidak lagi menghadapi serangan dari Rusia.

    Pandangan serupa juga disampaikan oleh utusan Slovenia untuk PBB, Samuel Zbogar. Ia menyoroti pentingnya keadilan dalam proses perdamaian dan menilai bahwa teks resolusi yang telah dipilih belum memenuhi standar minimum yang mereka harapkan.

    Sementara itu, utusan Denmark untuk PBB, Christina Markus Lassen, menegaskan bahwa perdamaian tidak boleh disamakan antara pihak agresor dan korban. Ia juga menegaskan komitmen negaranya untuk terus bekerja sama dengan Ukraina dalam mencapai perdamaian yang adil dan berkelanjutan.

    Meskipun terdapat perbedaan dalam pandangan terhadap resolusi ini, pengadopsiannya tetap menjadi langkah penting dalam upaya diplomasi internasional untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun. Resolusi tersebut mencerminkan upaya global untuk mencapai perdamaian, meskipun tantangan dalam negosiasi dan perbedaan perspektif tetap menjadi kendala dalam prosesnya.